Sabtu, 01 Agustus 2015

Nikah Mut'ah: Zina legal Syi'ah


  Nikah mut’ah merupakan salah satu zina yang dilegalkan dan bahkan merupakan bagian dari ibadah Syiah yang paling utama. Bukan hanya dibolehkan, bahkan diwajibkan! Sudah sekian banyak wanita Syi’ah yang taat mengeluh penyakit kelamin akibat dari ‘ibadah Syiah yang mulia’ ini. Karena memang tidak lain Syiah ini merupakan pelegalan zina dan prostitusi dengan dalih agama.

Definisi dan Tata Cara Mut’ah
    Yang dimaksud nikah mut'ah adalah, seseorang menikah dengan seorang wanita dalam batas waktu tertentu, dengan sesuatu pemberian kepadanya, berupa harta, makanan, pakaian atau yang lainnya. Jika masanya telah selesai, maka dengan sendirinya mereka berpisah tanpa kata thalak dan tanpa warisan.
    Jadi, rukun nikah mut'ah -menurut Syiah Imamiah- ada tiga :
1) Shighat, seperti ucapan : "aku nikahi engkau”, atau “aku mut'ahkan engkau”.
2) Calon istri, dan diutamakan dari wanita muslimah atau kitabiah.
3) Mahar, dengan syarat saling rela sekalipun hanya satu genggam gandum.
4) Jangka waktu tertentu

Hukum Mut’ah menurut Islam
    Nikah mut’ah telah diharamkan oleh Islam dengan dalil kitab, sunah, ijma’, dan akal.
■ Dalil Al-Qur’an:
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّاا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (المعارج:29-31)
    “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” [al Maarij : 29-31]

■ Dalil Sunnah:
عَنِ الرَّبيِْع بن سَبْرَة عَنْ أَبِيْه ِرضى الله عنه أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : ياَ أَيَّهَا النَّاسُ إِنِّي قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِي الاسْتِمْتاَعِ مِنَ النِّسَاءِ , وَ إِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ ذلِكَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ (رواه مسلم)ش
Dari Rabi` bin Sabrah, dari ayahnya Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya ia bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda: "Wahai, sekalian manusia. Sebelumnya aku telah mengizinkan kalian melakukan mut'ah dengan wanita. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkannya hingga hari Kiamat.(HR. Muslim)

■ Dalil Ijma’: telah sepakat seluruh Ulama’ tentangnya haramnya nikah mut’ah.

■ Dalil Akal dan Qiyas:
Mut’ah haram karena berdampak negatif yang sangat banyak, diantaranya:
a)    Bercampurnya nasab, karena wanita yang telah dimut'ah oleh seseorang dapat dinikahi lagi oleh anaknya, dan begitu seterusnya.
b)    Disia-siakannya anak hasil mut'ah tanpa pengawasan sang ayah atau pengasuhan sang ibu, seperti anak zina.
c) Wanita dijadikan seperti barang murahan, pindah dari tangan ke tangan yang lain, dan sebagainya.

Demikianlah nikah mut’ah menurut Syi’ah. Jelaslah sudah keharamannya. Sebagaimana kita ketahui, salah satu maqashid syari'ah (pokok dasar syariah), yaitu menjaga keturunan.
Islam menganjurkan umat Islam untuk menikah dan diharamkan membujang. Islam melarang mendekati zina dan menutup sarana-sarana yang menjurus kepada perbuatan kotor tersebut. Islam juga mengharamkan perzinaan yang berbalutkan dengan sampul pernikahan.

Keanehan Syariat Nikah Mut’ah
►    Boleh mut’ah dengan gadis:
    Dari Ziyad bin Abil Halal berkata, “Aku mendengar Abu Abdullah berkata, ‘Tidak mengapa bermut’ah dengan seorang gadis selama tidak menggaulinya di qubulnya, supaya tidak mendatangkan aib bagi keluarganya’.”

►    Boleh nikah mut’ah dengan pelacur:
    Ayatollah Udhma Ali Al Sistani mengatakan: “Diperbolehkan menikah mut’ah dengan pelacur walaupun tidak dianjurkan, ya jika wanita itu dikenal sebagai pezina maka sebaiknya tidak menikah mut’ah dengan wanita itu sampai dia bertaubat.”

►    Pahala atas nikah mut’ah:
    Dijanjikan bagi wanita yang bermut’ah ampunan dosa sebanyak jumlah rambut yang dilalui air ketika mandi.

►    Tidak adanya hubungan warisan:
    Ayatullah Udhma Ali Al Sistani dalam bukunya menuliskan: Masalah 255: “Nikah mut’ah tidak mengakibatkan hubungan warisan antara suami dan istri. Dan jika mereka berdua sepakat, berlakunya kesepakatan itu masih dipermasalahkan. Tapi jangan sampai mengabaikan asas hati-hati dalam hal ini.”

►    Wanita yang dinikah mut’ah tidak berhak mendapatkan nafkah dari suami:
    “Laki-laki yang nikah mut’ah dengan seorang wanita tidak wajib untuk menafkahi istri mut’ahnya walaupun sedang hamil dari bibitnya. Suami tidak wajib menginap di tempat istrinya kecuali telah disepakati pada akad mut’ah atau akad lain yang mengikat.”

►    Diperbolehkan nikah mut’ah dengan seorang wanita berkali-kali tanpa batas:
    Tidak seperti pernikahan yang lazim, yang mana jika seorang wanita telah ditalak tiga maka harus menikah dengan laki-laki lain dulu sebelum dibolehkan menikah kembali dengan suami pertama. Hal ini seperti diterangkan oleh Abu Ja’far, Imam Syiah yang ke empat, karena wanita mut’ah bukannya istri, tapi wanita sewaan.

►    Batas minimal mahar mut’ah:
    Dari Abu Bashir dia berkata, “Aku bertanya pada Abu Abdullah tentang batas minimal mahar mut’ah, lalu beliau menjawab bahwa minimal mahar mut’ah adalah segenggam makanan, tepung, gandum, atau kurma.”     Semua tergantung kesepakatan antara dua belah pihak. Sangat cocok bagi mereka yang berkantong terbatas, bisa memberikan mahar dengan mentraktir makan siang di McDonald, KFC, atau nasi uduk pun jadi.

►    Dari Abubakar bin Muhammad Al Azdi dia berkata, “Aku bertanya kepada Abu Hasan tentang mut’ah, apakah termasuk dalam pernikahan yang membatasi empat istri?” Dia menjawab, “Tidak.” (Al-Kafi, Jilid:5 Hal. 451). Wanita yang dinikahi secara mut’ah adalah wanita sewaan, jadi diperbolehkan nikah mut’ah walaupun dengan 1000 wanita sekaligus, karena akad mut’ah bukanlah pernikahan. Jika memang pernikahan maka dibatasi hanya dengan empat istri.

►    Mereka berkata bahwa anak dari mut’ah lebih baik daripada anak dari istri tetap.
Begitulah gambaran mengenai fikih nikah mut’ah di buku-buku Syiah. Orang yang sadar akan agama akan menilai nikah mut’ah = pelacuran. Salah satu praktik nikah mut’ah di Indonesia, diprakarsai oleh Jalaludi Rahmat (Kang Jalal), tokoh Syiah di Indonesia. (amr/13)

1 komentar: