Kamis, 06 Agustus 2015

OPINI: Mengapa Pesantren?

Apa yang berada dalam pikiran orang awan tentang pesantren terkadang mencakup pengertian yang terlalu sempit. Banyak sekali di luar sana yang menghindari ajaran di pesantren bukan karena perihal akademis saja, namun juga karena masalah budaya. Masyarakat terlalu cepat dalam menentukan label untuk eksistensi pesantren yang sesungguhnya, mereka mengira bahwa pesantren adalah tempat belajar kuno, kudet, gaptek, hanya bisa mengaji, sarungan bahkan tidak memiliki masa depan. 

Namun apakah sesungguhnya orang yang beranggapan seperti itu sepenuhnya benar? Tidak!
Sebelumnya kita mesti mengetahui apa itu pesantren. Lembaga Pendidikan Islam dengan sistem asrama, dengan Kyai sebagai sentral figurnya, dan masjid sebagai titik pusat kejiwaannya. Pesantren memiliki dua tipe, yaitu pesantren salafiyyah dan pesantren modern. Pada hakikatnya, pesantren tidak menancapkan hal akademis sebagai satu-satunya tujuan dalam pembelajaran. Lebih dari itu, pesantren memiliki inti pada jiwa dan filsafatnya. Andai kita berkaca pada zaman penjajahan, tentunya kita mengetahui bagaimana pesantren dengan tegas menolak ideologi-ideologi penjajahan, tak terkecuali komunis.
 
Tujuan dari pesantren juga tidak sama dengan sekolah umum, yang menekankan pada pembukaan jalan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Salah orientasi pesantren yang disebut kemasyarakatan tentunya mencakup visi yang lebih universal, yaitu bukan hanya kepentingan pendidikan individual, melainkan juga memberikan pengaruh pada publik secara umum. Bukan hanya ilmuwan yang ingin dilahirkan, namun juga muballigh, ulama, bahkan pemimpin umat tak jarang berasal dari pendidikan Islami yang formal. Semua hal itu merujuk pada filsafat dan jiwa yang mengikat para santrinya dalam berbuat, juga integrasi antara pengetahuan umum dan agama sebagai senjata di masyarakat kelak.
 
Saat ini, banyak sekali orang yang bingung untuk menentukan mentor yang menjadi rujukan figurnya, pesantren secara gamblang dalam pengertiannya telah menetapkan Kyai, sosok alim dengan pengetahuan tentang ilmu agama mendalam sebagai figurnya. Mereka yang condong pada hal duniawilah yang menganggap pesantren kuno, karena tak tahu bahwa pesantren memiliki masjid sebagai titik pusat yang menjiwainya. Masjid dalam pesantren tak pernah kosong, hal ini dilahirkan dari latihan kehidupan berdisiplin yang dijalankan para santri. Tanpa latihan tersebut tidak akan ada panggilan untuk mengunjungi rumah Allah yang satu ini, seperti yang terjadi di masyarakat umum khususnya kalangan pelajar.
 
Pesantren juga memberikan proteksi dengan menjadikan nilai-nilai syar'i sebagai poros dalam berbuat segala hal, juga menjadikan pendidikan karakter sebagai inti untuk melahirkan calon pemimpin masyarakat yang matang. Dengan adanya pesantren modern seperti Gontor saat ini, tak ada yang bisa memandang pesantren sebagai lembaga pendidikan yang dipandang sebelah mata.
Jika ada yang bertanya 'betulkah pesantren itu gaptek? Kuno?', makanya jawabannya sangat mudah. Gontor telah mencanangkan kebebasan sebagai salah satu panca jiwanya, juga berpengetahuan luas sebagai salah satu mottonya. Berpengetahuan luas tentunya berbanding 180 derajat dengan gagap teknologi yang terlanjur menjadi label, begitu pula kebebasan menandakan tidak ada lagi kata 'kuno' yang mengekang pemahaman awan tentang pesantren itu sendiri. Kebebasan di sini bukanlah seperti kebebasan dalam kenakalan remaja, kebebasan di sini memiliki arti kebebasan dalam berpikir, bertindak, mengambil keputusan hingga menentukan masa depan, tentunya dengan tetap didasari oleh nilai-nilai pendidikan dan keislaman.
 
Mereka yang berada di pesantren kini memiliki beberapa keunggulan, khususnya dalam hal ukhrowi. Nilai-nilai Islami serta pendidikan yang ditancapkan sejak dini akan membangun karakter dan mental yang kuat. Apabila negara ini baru melancangkan pendidikan karakter akhir-akhir ini, maka Gontor, sebagai pesantren modern telah menjadikannya acuan semenjak pertama kali berdiri.
"Apa yang kau lihat, apa yang kau dengar, dan apa yang kau rasakan di pondok ini merupakan bagian dari pendidikan”
 
Seluruh lini pesantren penuh dengan nilai-nilai. Tidak ada kegiatan ataupun aktivitas yang dibiarkan lewat tanpa manfaat, tidak ada juga hal baik yang terjadi karena ketidaksengajaan. Semua telah diatur secara cerdas demi menghasilkan output yang benar-benar siap mempertahankan Islam melawan bobroknya peradaban.
 
Begitulah secara singkat bagaimana pesantren mengambil peran dalam publik. Dalam An-Nahdhah edisi kali ini, kami menjadikan pembahasan tentang pesantren sebagai kajian utama dengan tujuan menguatkan pemahaman santri, dan keluarga santri umumnya tentang dinamika pesantren.
Sehubungan dengan hal itu, tentunya Bulan Ramadhan akan menjadi bumbu dalam liburan santri kali ini. Ada beragam tips yang bisa dijadikan rujukan juga cara pemanfaatan waktu yang baik saat liburan.
 
Ikuti terus perkembangan Pondok Modern Darussalam Gontor 2 melalui majalah kami ini. Kami berharap media kecil ini bisa menjadi pembuka cakrawala santri tentang dunia, juga wawasan masyarakat tentang pondok. (Muhammad Alfi Saeful Basyari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar