Kamis, 13 Agustus 2015

Hidup Berlandaskan 5 Pilar Pondok Modern


Dinamika kehidupan gontor yang dinamis menjadikan santrinya untuk tampil militan dimasyarakat. Telah banyak alumni Gontor yang menjadikan kehidupan Gontor sebagai acuan dalam kehidupan dimasyarakat. Maka tak heran apabila banyak di antara alumni Gontor yang berkiprah dan terlihat lebih menonjol diantara lainnya.

Kepribadian militan terlahir dari semua kegiatan yang berjalan  berdasarkan nilai - nilai yang terdapat dalam jiwa dan filsafat hidup Pondok Modern Darussalam Gontor.

Saat seminar pondok pesantren se-Indonesia tahun 1965 di Yogyakarta KH Imam Zarkasyi, salah satu Trimurti pendiri Gontor, mengatakan bahwa hal yang paling penting dalam pesantren bukanlah pelajarannya semata-mata, melainkan juga jiwanya. Jiwa itulah yang akan memelihara kelangsungan hidup pesantren dan menentukan filsafat hidupnya. KH Imam Zarkasyi menuangkan perkataanya tersebut dalam panca jiwa pondok modern. Kelima jiwa tersebut adalah: keikhlasan, kesederhanaan, kesanggupan menolong diri sendiri (zelp help) atau berdikari (berdiri diatas khaki sendiri), ukhuwah islamiyah, dan kebebasan. Panca jiwa inilah yang menjadi filsafat hidup Pondok Modern Darussalam Gontor. Hal inilah yang menarik seorang Menteri Wakaf Mesir Syeikh Hasan Baquri untuk berkunjung ke Pondok Modern Gontor tahun 1956, beliau mengatakan: “Saya tidak tertarik melihat banyaknya santri di Pondok ini, tetapi yang membuat saya tertarik adalah Pondok Modern Gontor mempunyai jiwa dan filsafat hidup yang akan menjamin kelangsungan hidupnya.”

Jiwa dan filsafat yang telah menjadi satu menjadikanya salah satu kekuatan Gontor sehingga bisa tumbuh dan berkembang hingga saat ini.
  
1.  Jiwa Keikhlasan
Jiwa ini berarti sepi ing pamrih, yakni berbuat sesuatu bukan karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Segala perbuatan dilakukan dengan niat semata-mata untuk ibadah, lillah. Seorang Kyai ikhlas medidik dan para pembantu kyai ikhlas dalam membantu menjalankan proses pendidikan serta para santri yang ikhlas dididik. Jiwa ini menciptakan suasana kehidupan pondok yang harmonis antara kyai yang disegani dan santri yang ikhlas dididik. Jiwa ini menciptakan suasana kehidupan pondok yang harmonis antara kyai yang disegani dan santri yang taat, cinta dan penuh hormat. Jiwa ini menjadikan santri senantiasa siap berjuang di jalan Allah, di manapun dan kapanpun.

2.  Jiwa Kesederhanaan
Jiwa kesederhanaan ini mengandung arti agung, dan bukan berarti pasif (bahasa jawa=narimo). Bukan juga berati suatu kemiskinan ataupun kemelaratan. Akan tetapi sederhana dalam konteks ini adalah sesuai kebutuhan dan mengandung unsur kekuatan atau ketabahan hati serta penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup dengan segala kesulitan. Hasil di balik jiwa kesederhanaan ini adalah akan terpancarnya jiwa besar, berani maju terus dalam menghadapi perjuangan hidup, dan pantang mundur dalam segala keadaan. Selain itu juga akan tumbuh dari jiwa keikhlasan ini mental/karakter yang kuat yang menjadi syarat bagi suksesnya perjuangan dalam segala kehidupan.

3.  Jiwa Berdikari (berdiri diatas kaki sendiri)
Jiwa ini merupakan senjata ampuh dalam pendidikan di dalam pondok modern. Jiwa Berdikari bukan saja berarti dalam arti bahwa santri selalu belajar dan berlatih mengurus segala kepentingannya sendiri tetapi juga pondok pesantren itu sendiri tidak pernah menyandarkan kehidupannya kepada bantuan atau belas kasihan orang lain. Hal inilah yang dinamakan sama-sama memberikan iuran dan sama-sama memakai (zelp berdruifing systeem). Tetapi tidak berarti bersikap kaku dengan tidak menerima bantuan dari orang yang hendak membantu.

4.  Jiwa Ukhuwwah Islamiah
Kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab, sehingga segala suka dan duka dirasakan bersama dalam jalinan ukhuwwah Islamiah. Tidak ada dinding yang dapat memisahkan antara mereka. Ukhuwah ini bukan saja selama mereka di pondok, tetapi juga mempengaruhi ke arah persatuan ummat dalam masyarakat setelah mereka terjun di lapangan kehidupan yang sesungguhnya.

5.  Jiwa Bebas
Arti bebas disini dititikberatkan pada berpikir, berbuat, dan menentukan masa depannya; bebas dalam artian tetap terjaga dalam lingkaran kebaikan. Sebagaimana bapak kyai selalu berpesan “kebebasan seseorang selalu terbatasi dengan kebebebasan orang lain”. Dengan prinsip jiwa bebas ini para santri bebas dalam memilih dan menentukan jalan hidupnya di masyarakat kelak, dengan jiwa besar dan optimis dalam menghadapi kesulitan.

Lima panca jiwa ini yang selalu dijadikan para penghuni Gontor sebagai landasan utama dalam menjalankan kegiatan sehingga membuat gontor selalu dinamis dan dapat memunculkan slogan “al-ma'hadu laa yanaamu abadan” dan diharapkan bagi para santri menjadi seorang yang militan dan dapat menjadi pemimpin umat yang baik  untuk masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar